Merespons Perubahan Norma Sosial dan Era Digital, YPMH Pati Menggelar Diskusi Terpumpun

Yayasan Pesantren Maslakul Huda (YPMH) Pati menggelar Diskusi Terpumpun dengan tema “Rumusan Komprehensif Pesantren Merespons Perubahan Norma Sosial dan Era Digital”. Diskusi ini dilaksanakan pagi hingga sore hari pada Ahad, 16 Februari 2025 di Auditorium YPMH Pati. Dalam acara ini, hadir KH. Abdul Ghofarrozin (Pengasuh Pesantren Maslakul Huda), Ibu Nyai Hj. Tutik Nurul Janah (Wakil Pengasuh), KH. Ulun Nuha (Pengawas Yayasan), dan beberapa pengurus YPMH Pati lainnya. Turut diundang KH. Khoiruzzad Maddah (Praktisi Pendidikan Pesantren), Dr. Nailul Fauziah, S.Psi., M.Psi (Psikolog), Dr. H. M. Falikul Isbah (Sosiolog), dan Hj. Atatin Malihah, S.Ag., M.H. (Ahli Hukum).

Acara ini terdiri dari tiga sesi. Sesi pertama berisi pemaparan dari setiap narasumber sesuai dengan bidangnya masing-masing. Adapun sesi kedua berisi penyampaian dari Pengasuh, Pengawas, dan Pengurus mengenai persoalan yang kini tengah dihadapi pesantren akibat perubahan norma sosial dan era digital. Sesi ketiga diisi dengan diskusi yang mengkaji tema, baik dari perspektif hukum, psikologi, dan sosiologi. Dari ketiga perspektif tersebut, dibentuklah tiga kelompok diskusi kecil. Hasil diskusi tersebut kemudian dipresentasikan secara bergiliran.

Melalui forum diskusi ini, dapat dirumuskan bahwa dalam menghadapi perubahan norma sosial dan era digital, pesantren harus berpegang teguh pada prinsip tafaqquh fi ad-din. Prinsip ini harus dikomunikasikan dengan para wali santri utamanya yang masih awam dengan dunia pesantren. Di era kontemporer ini, terdapat pergeseran paradigma orang tua dalam memondokkan anaknya. Jika dulu wali santri memasukkan putra/putrinya ke pesantren dengan satu tujuan untuk tafaqquh fi ad-din, saat ini wali santri mempunyai kehendak lain. Wali santri telah menentukan bagaimana profil masa depan anak, apa pekerjaan sang anak, dan lain-lain. Dalam hal ini, pesantren harus bisa beradaptasi dan mengakomodir kebutuhan tersebut.

Perubahan di era digital juga berpengaruh terhadap pesantren. Dalam kasus penggunaan gadget misalnya. Selama di pesantren, santri dapat diizinkan untuk mengoperasikan gadget. Namun, pengoperasian ini harus tetap dibatasi dalam kurun waktu tertentu dan diawasi oleh pengurus. Dengan pengawasan ini, penggunaan gadget oleh santri dapat diarahkan pada hal-hal positif. Salah satunya menjadi perantara agar santri dapat terhubung dengan orang tuanya. Pengoperasian gadget juga dapat dibatasi dengan syarat, misalnya santri yang tidak mencapai target nilai atau hafalan tertentu dilarang untuk mengoperasikan gadget sama sekali. Harapannya para santri dapat lebih termotivasi dalam belajar dan menghafal. Pesantren juga dapat menyusun sebuah kurikulum tentang bagaimana seharusnya para santri memanfaatkan gadget. 

Perkembangan zaman juga berdampak pada melemahnya kesehatan mental anak. Ketika mendapatkan takziran di pesantren, santri sekarang lebih mudah terpengaruh kesehatan mentalnya. Dalam persoalan ini, meringankan takziran bukanlah pilihan yang tepat. Takziran yang menjerakan dibutuhkan untuk membentuk mental santri menjadi lebih kuat. Sebagai pencegahan, pesantren dapat membentuk tim khusus yang berfokus pada penanganan kesehatan mental santri. 

Lebih jauh, pesantren juga semakin ditekan dengan peraturan perundang-undangan yang seakan-akan ingin membuat pesantren sebagai zona zero conflict. Padahal pesantren adalah tempat para santri ditempa untuk menghadapi kehidupan di masyarakat dengan tantangan yang lebih berat. Untuk itu, pesantren harus memahami peraturan dalam perundang-undangan tersebut, serta mensosialisasikannya kepada seluruh stakeholder pesantren. 

Kemudian, pesantren dapat menyusun surat perjanjian yang ditandatangani oleh pihak pesantren dan wali santri. Surat perjanjian ini secara umum berisi kesepakatan kedua belah pihak untuk mentaati segala peraturan dan sanksi yang ada di pesantren. Harmonisasi antara peraturan negara dengan peraturan pesantren juga harus diupayakan. Karena bagaimanapun juga pesantren berada di bawah bayang-bayang hukum negara. 

Diskusi ini merupakan bukti keseriusan kepengasuhan Pesantren Maslakul Huda dalam merespons berbagai masalah yang dihadapi pesantren di era kontemporer ini. Penyelesaian masalah yang ada di pesantren membutuhkan evaluasi yang komprehensif terhadap setiap stakeholder pesantren, mulai dari pengasuh, pengurus, santri, hingga wali santri.